MEMPELAJARI BUDAYA MENENUN SUKU BADUY

Kain tenun baduy merupakan salah satu kain tenun yang tidak hanya terkenal di Indonesia tetapi terkenal dimancanegara. Kain tenun ini terkenal karena kualitasnya, dengan proses produksinya yang secara tradisional dengan menggunakan alat sederhana tanpa adanya sentuhan teknologi modern dalam pembuatannya.

3 Motif Kain Tenun Baduy Dalam, yaitu:

  • Jamang (kain putih polos yang digunakan sebagai baju atasan ikat kepala bagi pria)
  • Samping Hideung (kain hitam yang biasa digunakan  untuk membuat pakaian)
  • Samping Aros (kain hitam dengan garis-garis putih tipis yang biasa digunakan sebagai sarung dan hanya digunakan oleh pria baduy)

4 Motif Kain Tenun Baduy Luar, yaitu:

  • Adu Mancung (selendang putih atau hitam polos dengan motif geometris dengan benang warna biru/merah/warna cerah yang biasa digunakan dalam upaca pernikahan)
  • Susuwatan (selendang atau kain panjang dengan motif kotak-kotak)
  • Samping Suat (kain dengan motif yang dikembangkan dari susuwatan)
  • Suat Satu Mata (kain Panjang berupa syal dengan motif yang paling rumit berwarna hitam dan putih / sekarang sudah terdapat anekaragam warna)

Namun, terdapat permasalahan terhadap pelestariannya, “kalau untuk menenun, sebenernya ada kain tenun asli dari kami suku baduy dalam, tapi semakin kesini sudah semakin jarang ditemukan atau bahkan gak ada karena para istri (perempuan suku baduy) bilangnya tidak mau untuk menenun kembali. Untuk masalah ini kami para jaro pun bingung, bagaimana pun tenun sudah menjadi ciri khas kebiasaan suku baduy dalam” (mang Sardi). Jadi, untuk produksi kain tenun saat ini hanya banyak terdapat di baduy luar.

Untuk keahlian pembuatan kain tenun ini merupakan tradisi turun menurun yang hanya diwariskan kepada wanita baduy saja. Biasanya mereka menenun dirumah sambil menunggu suaminya datang dari ladang. Setiap anak perempuan yang lahir di baduy sedari kecil sudah ditanamkan kedisiplinan yang tinggi dengan cara mempelajari aturan dan nilai-nilai masyarakat adat baduy, salah satunya dengan melakukan aktivitas menenun. Kegiatan ini menjad wujud dari ketaan yang dilakukan oleh perempuan suku baduy terhadap aturan adat yang mereka junjung. Tapi pada masyarakat baduy luar terdapat kelonggaran untuk tidak menenun apabila si anak tidak mau mempelajarinya, dengan kegiatan penggantinya yaitu dengan ikut mengelola kebun. Biasanya anak perempuan pada masyarakat baduy luar yang berminat untuk belajar menenun dilakukan mulai dari umur 10 tahun.

Lama waktu yang dihabiskan untuk membuat satu buah kain tenun yaitu satu minggu penuh, atau dapat mencapai waktu satu bulan lamanya apabila pengerjaan tidak dilakukan secara terus-menerus (continue). Lama proses pembuatan kain juga ditentukan oleh level kerumitan dalam pembuatan motif. Pada Masyarakat baduy dalam, kain tenun ini menjadi bahan utama pembuatan baju adat, dimana dalam proses pembuatannya tidak boleh menggunakan mesin jahit tetapi dengan menjahit mandiri.

Karakteristik kain tenun baduy ini berupa lembaran kain yang lebarnya tidak lebih dari 90 cm, tidak memiliki motif (selain garis lurus, kait, spiral, segi empat, segi tiga, dan bulat). Biasanya motif diambil berupa garis warna warni yang terinspirasi dari alam sekitar. Kain tenun mempunyai ciri khasnya tersendiri pada tekstur bahannya yang agak kasar dan warnanya yang cenderung dominan. Bintik-bintik pada kapas karena proses pemintalan tradisional juga merupakan salah satu tekstur yang khas pada kain tenun.

Proses pembuatan benang dengan bahan kapas yaitu dengan memilih buah kapas yang sudah matang lalu dijemur agar buah kapas pecah. Kemudian memisahkan kulit dari isinya, isinya kapas yang sudah terpisah ditarik-tarik agar mengembang dan lembut saat dibuat benang. Dilanjutkan dengan proses nyikat (penyampuran kapas dengan air bubur nasi), lalu proses ngilak (penggulungan isi kapas), dan nganteh (pemintalan kapas menjadi benang). 

Pakara tenun atau alat tenun yang digunakan adalah alat tenun gendong, yang dibuat sendiri oleh suku baduy panamping. Pakara tinun terdiri dari Cancangan (tempat untuk memasukkan totogan yang berfungsi sebagai dudukan/penahan agar totogan tetap berada pada tempatnya), Totogan (tempat untuk melipat benang lungsi), Dodogan (alat yang diletakkan dibelakang pinggang penenun, guna menjaga kekencangan bennag lungsi), Hapit (tempat menggulung hasil tenun yang sudah jadi), Sisir (terbuat dati pelepah honje yang berbentuk seperti sisir, dengan kepanjangan yang disesuaikan dengan ukuran kain yang diinginkan), Limbuhan dan Jinjingan (berfungsi untuk menarik benang yang akan ditenun agar tidak longgar, julahnya disesuaikan dengan jumlah warna pada tenun untuk memebedakan warnanya agar tidak tertukar saat menjinjing benang setelah memasukkan pakan), Barera (kayu yang digunakan untuk menekan benang pakan agar rapih dan rapat), Rongrogan (berguna untuk mengganjal Barera dan mempermudah memasukkan barera ke dalam lungsi), Taropong (alat untuk menempatkan benang saat proses menenun), Kincir (alat untuk memilin benang), dan Kerekan (alat  yang berfungsi untuk menggulung benang).

Proses Pembuatan Tenun Melewati Beberapa Proses Tahapan, yaitu:

  • Menggulung benang, dengan memindahkan benang dari kelosan ke sebilah bambu kecil yang nanti akan digunakan sebagai pakan
  • Mihane, yaitu mempersiapkan benang untuk membuat lungsi. Disini benang diatur sesuai dengan desain tenun yang akan dibuat. Tahap ini juga menentukan lebar dan Panjang lungsi sebagai perkiraan untuk membuat beberapa helai kain tenun.
  • Nyorokan, yaitu memasukkan benang ke dalam sisir, kemudia ujung bennagnya digulung pada hapit
  • Ngaliar, yaitu proses meluruskan dan merapihkan benang hasil nyorokan
  • Ngalingkup, yaitu menggulung benang benang yang sudah raph dihapit agar siap ditenun
  • Ninun atau menenun, yaitu pengaplikasian teknik menenun pada alat tenun. 

Terdapat 2 Teknik Menenun, yaitu:

  • Teknik pertama, yaitu dengan ujung benang lungsi diikatkan dan digulung pada cancangan. Kemudian ujung benang yang satunya lagi diikatkan pada hapit yang juga berfungsi sebagai penggulung kain hasil menenun. 
  • Teknik kedua, ujung benang lungsi disambung menjadi satu, sehingga kain hasil tenunannya berupa tabung. Tahap terakhir 7). Dilarak, yaitu proses menyimpul sisa benang tenun.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar